Kisah itu bermula pada Kamis 24 Mei 2012, ketika Air Asia bernomor
buntut QZ 7911 melayang dari Denpasar ke arah Bandung. Sekitar pukul
14.30, pengatur lalu lintas udara menghubungi Pilot Kapten Achmad
Soerdjo. Perintahnya: turunkan ketinggian dari 38 ribu ke 25 ribu kaki.
Arahan itu keluar ketika Air Asia tengah melintasi Madin--titik navigasi
udara di atas Laut Jawa, sebelah utara Semarang.
Seperti
dilansir Majalah Tempo, Edisi Pekan ini, waktu kapal masuk ke Cirebon,
di peta navigasi berkode CA, sistem peringatan pencegah tabrakan
antarpesawat--TCAS--berbunyi. “Traffic… traffic….” Pertanda buruk: ada
pesawat lain di depan Air Asia. Itu artinya, kemungkinan benturan akan
terjadi.
Mata Kapten Achmad melekat ke radar. Ternyata di depan
dia ada Boeing 737-300 Sriwijaya Air dengan ketinggian 30 ribu kaki.
Berdasarkan laporan pengaduan ke pengatur lalu lintas udara Bandara
Soekarno-Hatta, Sriwijaya mendekat dari arah barat. Dalam hitungan
detik, TCAS kembali menyalak. Bunyinya: “Climb… climb….”
Bukan
cuma TCAS yang nyaring memberi tanda. Titik Sriwijaya yang awalnya
berwarna kuning di radar kokpit, berganti jadi merah. Tanda berpikir
panjang, Kapten Achmad menarik tuas kemudi. Air Asia kembali menanjak,
menyelamatkan nyawa ratusan penumpang.
Kasus nyaris tabrak
lainnya terjadi antara Air Asia QZ 7780 dengan Garuda Indonesia, 13
April 2012. Waktu itu, Air Asia tengah bersiap lepas landas. Kapten
Yohannes Ferru Maulanda sudah mendapat izin dari pemandu untuk melayang.
Pesawat pun ambil melaju sejauh 100 meter di landasan, siap terbang.
Tapi tiba-tiba saja petugas pengawas membatalkan perintah takeoff. Si
pemandu panik. Ferru pun langsung mengerem pesawat. Tak lama berselang,
di radio penghubung terdengar pilot pesawat Garuda: pesawatnya batal
mendarat, kembali mengudara.
Kata Direktur Keselamatan dan
Keamanan Air Asia Sonny M. Sasono jika Ferru terlambat mengikuti
instruksi petugas, “Bisa saja terjadi tabrakan dengan Garuda."
Selama 2012, Air Asia sudah mengirim empat laporan ke pengatur lalu
lintas udara Soekarno-Hatta. Tapi beberapa hanya diselesaikan dengan
permintaan maaf saja. Seperti kasus Air Asia dengan Sriwijaya Air,
Kopilot Air Asia, Prasetya Fontey, yang melaporkan kejadian itu, hanya
disodori permintaan maaf. “Aneh, padahal ini tergolong insiden serius,”
kata Sonny.