Seringkali saat mengalami nyeri leher, Anda meng-'kretek' leher untuk
menghilangkan rasa sakitnya. Namun tahukah Anda bahwa hal itu justru
akan membahayakan leher Anda? Bahkan para ilmuwan memperingatkan leher
'dikretek' itu bisa menyebabkan stroke.
Terapi yang banyak
dilakukan orang itu sebenarnya "secara klinis tidak diperlukan" dan
harus ditinggalkan karena mempengaruhi 2 dari 3 orang yang melakukannya
terbukti mengalami penderitaan berkepanjangan dalam hidupnya.
Secara
medis, meng'kretek' leher dikenal sebagai manipulasi tulang belakang.
Teknik ini melibatkan aplikasi dari berbagai jenis dorongan pinggang
tulang belakang ke punggung bawah atau tulang belakang ke leher untuk
mengurangi nyeri punggung, leher dan nyeri muskuloskeletal lainnya.
Namun
dosen fisioterapi Neil O'Connell dari Brunel University, Uxbridge dan
rekan-rekannya menyatakan bahwa manipulasi tulang belakang "bisa saja
membawa potensi komplikasi neurovaskular serius."
Dalam laporan
studi yang dipublikasikan di British Medical Journal ini, tim O'Cornell
menambahkan bahwa teknik ini "tidak diperlukan dan tidak disarankan."
Nyeri leher sendiri seringkali disebabkan oleh stres dan terjadi pada satu dari 10 orang Inggris.
"Manipulasi
tulang belakang itu berbeda dengan pijatan lembut karena leher Anda
didorong secara paksa untuk menghasilkan suara 'klik' dadakan yang akrab
di telinga itu.
"Namun kemudian ditemukan beberapa kasus langka
terkait jenis tertentu stroke yang terjadi beberapa hari setelah
'dikretek' karena cara itu dapat merobek lapisan arteri vertebralis di
leher yang berfungsi memasok darah ke otak.
"Beberapa studi juga
telah menunjukkan bahwa jenis-jenis pengobatan lainnya seperti pijatan
lembut atau olahraga juga sama efektifnya dengan 'dikretek' tetapi tanpa
ada risiko. Sebenarnya tak satu pun dari cara-cara itu yang bisa
menjadi obat mujarab dan tidak ada obat yang dapat diandalkan untuk
mengatasi nyeri leher, semua metode itu hanya memberikan tingkat
kelegaan yang sama," ujar Mr. O'Cornell seperti dilansir dari The Telegraph, Jumat (8/6/2012).
Menurut
O'Cornell, ada bukti yang konsisten untuk menjelaskan hubungan antara
kerusakan pada pembuluh darah utama yang memasok darah ke otak, batang
otak dengan tulang belakang bagian atas. Kondisi yang dikenal sebagai
cedera neurovaskular ini biasanya diredakan dengan memijat leher.
Kajian
awal percobaan manipulasi atau mobilisasi leher menyimpulkan bahwa
terapi itu hanya memberi pereda nyeri jangka pendek. Bahkan percobaan
terbaru telah memastikan bahwa pijat tidak lebih baik bila langsung
dibandingkan dengan intervensi fisik lainnya seperti berolahraga.
Mengingat
kesetaraan hasil dengan berbagai bentuk terapi yang ada berarti
manipulasi tulang belakangnya tampaknya secara klinis memang tidak
diperlukan, katanya.
"Potensi bahaya dan tidak adanya manfaat
yang jelas dari 'dikretek' ini membawa pada kesimpulan yang tak
terelakkan bahwa manipulasi tulang belakang harus ditinggalkan sebagai
bagian dari pengobatan konservatif untuk nyeri leher," tambah Mr.
O'Cornell.
Namun ternyata seorang pakar epidemiologi Profesor
David Cassidy dari University of Toronto dan rekan-rekannya tak sepakat
dengan tim O'Cornell. Cassidy mengatakan bahwa manipulasi leher
merupakan terapi tambahan yang berharga untuk pengobatan pasien dan
harus terus dilakukan.
Cassidy dan timnya mengaku memiliki bukti
yang "jelas-jelas menunjukkan manfaat manipulasi leher pada pasien
nyeri leher". Tim ini pun meragukan kaitan langsung antara 'dikretek'
dengan stroke.
Ketika dikombinasikan dengan hasil percobaan
terbaru, "Bukti ini mendukung bahwa manipulasi leher dapat dimasukkan
sebagai alternatif pengobatan untuk nyeri leher, sama halnya dengan
intervensi lain seperti tetap aktif dan berolahraga," katanya.
Meski
begitu tim Cassidy juga mengakui jika mempertimbangkan risiko, manfaat
dan preferensi atau pilihan pasien maka "hingga kini belum ada terapi
lini pertama yang disukai seluruh pasien dan tidak ada bukti bahwa
mobilisasi itu lebih aman atau lebih efektif daripada manipulasi".
"Kami
tak menyarankan untuk meninggalkan metode manipulasi leher namun kami
masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mencari tahu manfaat dan
bahaya 'dikretek' dan intervensi umum lainnya terhadap nyeri leher,"
pungkasnya.
Sumber